Ads 468x60px

Minggu, 08 Agustus 2010

FACEBOOK SEBAGAI KATUP PENYELAMAT

FACEBOOK SEBAGAI KATUP PENYELAMAT
Oleh: Baiq Lily Handayani, S.Sos
Staff Pengajar Sosiologi Universitas Jember

Terdapat sebuah budaya baru pada masyarakat Indonesia, khususnya dalam hal media menyalurkan aspirasi. Jika dulu, masyarakat menyalurkan aspirasi lewat parpol, media massa, atau dengan cara unjuk rasa turun ke jalanan. Namun saat ini tidak hanya itu yang dipakai sebagai media untuk menyalurkan aspirasi. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan media jejaring sosial facebook.
Menurut data statistik yang dilansir CheckFacebook.com, jumlah pengguna Facebook di Indonesia telah masuk 10 besar jumlah pengguna Facebook terbesar di dunia. Indonesia bertengger di peringkat tujuh, mengalahkan Australia, Spanyol, dan Kolombia di peringkat 10.
Bahkan ketika terjadi kasus-kasus besar dalam negeri ini, seperti kasus Bibit dan Chandra, jutaan facebooker memberikan dukungan mereka terhadap kedua orang pejabat KPK tersebut. Apa yang dilakukan oleh facebooker cukup memberikan pengaruh terhadap pola pengambilan keputusan oleh pemerintah.
Demikian juga ketika terdapat kasus yang menimpa Prita Mulyasari. Seorang pasien RS Omni Internasional yang diponis bersalah karena telah mengirimkan email kepada teman-temannya tentang keluhannya terhadap pelayanan RS Omni Internasional. Jutaan facebooker memberikan dukungan kepada Prita, baik itu dukungan-dukungan moril, maupun menggalang opini untuk membela Prita. Bahkan ketika Prita dikenai tuntutan perdata dengan membayar sebanyak Rp. 204 juta. Masyarakat menggalang dukungan lewat facebook dengan membuat akun -koin untuk Prita-, hasil dari pengumpulan koin tersebut bahkan mencapai Rp. 500 juta lebih.
Lalu mengapa masyarakat menggunakan facebook sebagai media penggalangan opini dan penyampai aspirasi alternatif? Berikut beberapa alasan mengapa facebook dianggap sebagai media yang cukup efektif saat ini:

Media facebook telah dipakai oleh berbagai kalangan di Indonesia, dan sebagian besar adalah kalangan menengah ke atas. Sehingga, opini-opini tersebut lebih mudah dipantau oleh penentu kebijakan di Indonesia.
Peran media dalam memblow up opini-opini yang ada di facebook juga sangat besar, bahkan beberapa media sering menerima pendapat secara online dari facebooker.
Melalui media facebook semua orang bisa menyalurkan unek-uneknya, aspirasinya, ketidaksetujuannya, atau bahkan fakta-fakta yang ada di masyarakat bisa diungkap melalui dunia facebook. Sehingga semua orang merasa mempunyai posisi di dunia facebook, tidak ada yang berkuasa dan dikuasai.
Membuat gerakan di facebook lebih gampang daripada berdemostrasi di jalan raya. Selain tidak mengganggu ketertiban umum juga tidak harus berpanas-panasan. Oleh karena itu facebook bisa dikatakan sebagai parlemen, yaitu parlemen dunia maya. Namun bukan berarti aksi jalanan tidak penting lagi.
Jumlah pengguna facebook di Indonesia sangat banyak, sehingga sangat memudahkan untuk menggalang aksi solidaritas melalui facebook.
Facebook memungkinkan penggunanya berpartisipasi walaupun sedang berada diluar daerah. Artinya facebook sangat mobile.
Menggunakan facebook sangat mudah dan murah, bisa diakses dimanapun dan kapanpun baik melalui media komputer maupun HP. Bahkan sambil tidur-tiduran pun bisa.

Harus diakui aksi dukung mendukung dari dunia maya ini mampu menekan pemerintah, khususnya dalam kasus Bibit dan Chandra, presiden kemudian membentuk tim 8. Munculnya aksi solidaritas yang cukup besar ini bisa dikatakan merupakan tanda bangkitnya kekuatan masyarakat sipil yang harus diperhitungkan oleh yang berkuasa karena dukungan itu bisa saja berbuah menjadi people power.

Bentuk-bentuk kebangkitan rakyat seperti yang diperlihatkan di Facebook merupakan reaksi atas tersumbatnya saluran demokrasi resmi. Sekaligus reaksi terhadap kartel politik yang dipertontonkan partai politik dengan koalisi besarnya. Partai politik yang sejatinya alat perjuangan rakyat lebih doyan bersekutu dengan penguasa.
Demikian juga dengan anggota DPR, mereka pun tidak bisa lagi diharapkan sebagai penyalur aspirasi rakyat. Sebab 75% DPR bersatu dengan pemerintah. Akibatnya, timbul perlawanan yang luas melalui Facebook.

Begitu banyaknya permasalahan yang datang bertubi-tubi dalam negara ini, membuat gerah masyarakat. Selain masalah politik, hukum, Kesehatan dan hak asasi manusia, juga berimbas kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat.

Kegerahan masyarakat atas polemik-polemik tersebut menimbulkan sebuah isu yang cukup besar yaitu akan adanya aksi people power yang akan mengepung istana presiden. Namun, terbukti itu tidak terjadi.

Facebook dalam hal ini sebagai media penyalur aspirasi, dimana semua orang bisa mengungkapkan opininya, memungkinkan aksi-aksi jalan menjadi terkurangi. Banyak orang yang menganggap media facebook lebih efektif dibanding turun ke jalan. Atau sudah tersalurkannya aspirasi masyarakat melalui facebook bisa meminimalisir gejolak-gejolak emosi masyarakat.

Oleh karena itu facebook bisa menjadi media safety valve (katup penyelamat). Katup penyelamat merupakan salah satu mekanisme khusus yang dapat dipakai untuk mempertahankan kelompok dari kemungkinan konflik sosial. Katup penyelamat membiarkan lupan permusuhan tersalur tanpa menghancurkan struktur, konflik membantu membersihkan suasana dalam kelompok yang sedang kacau. Coser (dalam Poloma, 2000: 108) melihat katup penyelamat berfungsi sebagai “jalan keluar yang meredakan permusuhan”, yang tanpa itu hubungan-hubungan diantara pihak-pihak yang bertentangan akan semakin tajam.

Dengan demikian katup penyelamat dalam hal ini facebook dapat memberikan ruang bagi pengungkapan rasa tidak puas terhadap struktur. Sehingga aksi-aksi brutal atau unjuk rasa besar-besaran bisa diminimalisir.

Akan tetapi, katup penyelamat ini hanya berfungsi sebagai media penyalur saja. Dia tidak bisa menghilangkan masalah yang sebenarnya. Facebook hanya berfungsi menguatkan opini, menggalang aksi solidaritas. Oleh karena itu tindakan-tindakan praktis lainnya masih tetap diperlukan untuk menyelesaikan konflik itu sendiri.

Dalam kasus masyarakat Indonesia, tindakan cepat dari presiden, kepolisian, dan pihak-pihak yang terkait harus tetap dilaksanakan. Karena tanpa itu, facebook justru akan menjadi media propaganda untuk menggalang aksi turun ke jalan (people power).

Tulisan ini pernah dimuat di majalah kampus Universitas jember, pada awal tahun 2010

0 komentar:

Posting Komentar

footer Post 2