GERAKAN SATU JUTA FACEBOOKER SEBAGAI BENTUK GERAKAN SOSIAL BARU
(Studi Kasus, Gerakan 1 Juta Facebooker Mendukung Candra dan Bibit, KPK)
Gerakan sosial berevolusi sesuai dengan karakteristik zamannya, dengan tanpa meniadakan bentuk-bentuknya yang lalu untuk tipe kejadian yang sama. Hanya saja perubahan sosial dalam masyarakat menyebabkan terjadinya perubahan struktur masyarakat, yang menyebabkan adanya perubahan nilai, perubahan orientasi, perubahan ideologi, cara dan juga media yang digunakan.
Oleh: Baiq Lily Handayani
Apa yang kita pikirkan ketika dahulu mendengar kata gerakan sosial? Apa yang ada dalam bayangan kita? Mungkin saja ingatan kita langsung melayang pada gerakan reformasi di Indonesia pada tahun 1998 yang penuh dengan aksi riot, revolt dan upaya-upaya revolusi khususnya dalam bidang politik dan sistem pemerintahan di Indonesia. Pada tahun 1966, rakyat Filipina melancarkan gerakan yang dikenal dengan nama people power-suatu gerakan berupa demonstrasi bersenjatakan Rosario dan bunga, yang berhasil menggulingkan presiden Ferdinand Marcos dan menggantikannya dengan seorang ibu rumah tangga, Corazon Aquino, janda senator Benigno Aquino Jr. Pada tahun 1989, para mahasiswa pro demokrasi di Cina melakukan berbagai aksi di lapangan Tienamen, Beijing --pawai, demonstrasi, mogok makan, pemasangan rintangan– sebelum gerakan ini ditindas dengan kekerasan oleh pihak berwajib sehingga sejumlah besar korban jiwa jatuh.
Revolusi di wilayah teknologi informasi dan komunikasi bukan hanya menawarkan pengetahuan mengenai moralitas dan etika universal serta pengetahuan sekuler mengenai alam, manusia dan dunia, namun juga membuka ruang-ruang baru bagi penyaluran aspirasi. Setiap individu yang mampu mengakses media tersebut maka dia berkesempatan untuk menyalurkan aspirasinya. Tidak peduli dia tokoh masyarakat, politikus, mahasiswa ataukah seorang buruh sekalipun, selama dia mampu mengakses media tersebut maka dia bisa mengaktualisasikan dirinya.
Isu-isu gerakan tidak lagi hanya terfokus pada isu-isu materil, namun lebih pada isu sosio-kultural yang berusaha menampilkan hak-hak individual dan kolektif menjadi tujuan pencapaiannya. Ekspresi-ekspresi tindakan kolektif yang membela komunitas, paham subnasionalisme, pencarian akar budaya dan identitas-identitas kedaerahan, tuntutan-tuntutan feminis dan penggunaan seni-seni perlawanan merupakan ideologi yang diusungnya. Gerakan sosial baru lebih sebagai bentuk refleksi pemberontakan kultural individu kontemporer.
Terjadinya kontradiksi-kontradiksi dan konflik-konflik struktural sosial yang ada di masyarakat merupakan kondisi-kondisi dasar yang menumbuhkan gerakan-gerakan sosial. Karena kontradiksi-kontradiksi dan konflik-konflik struktural sosial merupakan sesuatu yang inheren dalam pembentukan suatu masyarakat dan organisasi sosial. Satu poin penting yang ingin ditekankan oleh Rajendra Singh dalam bukunya gerakan sosial baru, adalah bahwa situasi-situasi ketimpangan dan dominasi sosial, jika dijalankan dan dipertahankan oleh institusi-institusi dan lembaga-lembaga sosial, pada gilirannya akan menghasilkan sebuah situasi balik dimana terjadi perlawanan, penolakan dan pemberontakan menentang sistem dominasi tersebut (Rajendra Singh, 2010:19).
Terdapat sebuah budaya baru pada masyarakat Indonesia, khususnya dalam hal media menyalurkan aspirasi. Jika dahulu, masyarakat hanya menyalurkan aspirasi lewat partai politik, media massa, atau dengan cara unjuk rasa turun ke jalanan. Namun, saat ini tidak hanya itu yang dipakai sebagai media untuk menyalurkan aspirasi. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan media jejaring sosial facebook.
Menurut data statistik yang dilansir CheckFacebook.com, jumlah pengguna Facebook di Indonesia telah masuk 10 besar jumlah pengguna Facebook terbesar di dunia. Indonesia bertengger di peringkat tujuh, mengalahkan Australia, Spanyol, dan Kolombia di peringkat 10.
Bahkan ketika terjadi kasus-kasus besar dalam negeri ini, seperti kasus Bibit dan Chandra, jutaan facebooker memberikan dukungan mereka terhadap kedua orang pejabat KPK tersebut. Apa yang dilakukan oleh facebooker cukup memberikan pengaruh terhadap pola pengambilan keputusan oleh pemerintah.
Suatu bentuk upaya masyarakat untuk merubah sebuah sistem yang menurutnya tidak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan telah menemukan bentuk dan cara yang baru melalui media yang sedang ngetrend di masyarakat, yakni melalui dunia maya. Facebook sebagai jejaring sosial yang jumlah pengikutnya sangat banyak dan dari berbagai kalangan menjadi media baru bagi upaya melakukan gerakan sosial.
Masih jelas dalam ingatan kita, pada tahun 2009, dua orang pengurus KPK yang ditahan karena sejumlah alasan yang kurang jelas. Kejadian tersebut menggugah perhatian dan simpati masyarakat, dan akhirnya mereka membentuk gerakan sejuta facebokers mendukung Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Riyanto. Gerakan sejuta Facebookers mendukung Chandra dan Bibit, dipelopori oleh Usman Yasin seorang dosen Universitas Muhammadiyah Bengkulu. Sampai saat ini jumlah pendukung grup ini telah mencapai 1,319,216 orang.
Bukti tingginya simpati publik terhadap Chandra-Bibit terlihat dari jumlah member (anggota) yang terus bertambah. Tercatat, dalam satu menit, jumlahnya bertambah 100 member. Dalam pengantarnya disebutkan, grup tersebut didedikasikan untuk perjuangan yang luar biasa dari Chandra dan Bibit. “Harus ada pemberian Award kepada Beliau berdua,” tulis pembuat grup gerakan tersebut. Sebagai bentuk kecintaan kepada KPK, pembuat grup mengajak mendukung gerakan itu. “Ayo kirim semua teman-teman kita, kejar target 1.000.000 Facebooker,” ajaknya.
Bahkan mereka juga mempunyai aturan-aturan yang harus ditaati oleh anggotanya, Code of conduct/aturan grup. Mereka menamai diri sebagai grup yang melakukan gerakan moral dan kelompok penekan (pressure group) untuk membangun pemerintahan yang bersih (good governance). Kepada setiap anggota, admin meminta agar menyampaikan pemikiran dengan bahasa yang sopan dan agar memberikan solusi terbaik terhadap topik permasalahan. Mereka sangat menekankan kepada para anggotanya untuk tidak melakukan dan menghindari pembunuhan karakter, pengalihan isu, disinformasi, propaganda, kontra propaganda atau penyesatan.
Lalu mengapa masyarakat menggunakan facebook sebagai media penggalangan opini dan penyampai aspirasi alternatif? Berikut beberapa alasan mengapa facebook dianggap sebagai media yang cukup efektif saat ini:
Media facebook telah dipakai oleh berbagai kalangan di Indonesia, dan sebagian besar adalah kalangan menengah ke atas. Sehingga, opini-opini tersebut lebih mudah dipantau oleh penentu kebijakan di Indonesia.
Peran media dalam memblow up opini-opini yang ada di facebook juga sangat besar, bahkan beberapa media sering menerima pendapat secara online dari facebooker.
Melalui media facebook semua orang bisa menyalurkan unek-uneknya, aspirasinya, ketidaksetujuannya, atau bahkan fakta-fakta yang ada di masyarakat bisa diungkap melalui dunia facebook. Sehingga semua orang merasa mempunyai posisi di dunia facebook, tidak ada yang berkuasa dan dikuasai.
Membuat gerakan di facebook lebih gampang daripada berdemostrasi di jalan raya. Selain tidak mengganggu ketertiban umum juga tidak harus berpanas-panasan. Oleh karena itu facebook bisa dikatakan sebagai parlemen, yaitu parlemen dunia maya. Namun bukan berarti aksi jalanan tidak penting lagi.
Jumlah pengguna facebook di Indonesia sangat banyak, sehingga sangat memudahkan untuk menggalang aksi solidaritas melalui facebook.
Facebook memungkinkan penggunanya berpartisipasi walaupun sedang berada di luar daerah. Artinya facebook sangat mobile.
Menggunakan facebook sangat mudah dan murah, bisa diakses dimanapun dan kapanpun baik melalui media komputer maupun HP. Bahkan sambil tidur-tiduran pun bisa.
Harus diakui aksi dukung mendukung dari dunia maya ini mampu menekan pemerintah, khususnya dalam kasus Bibit dan Chandra, presiden kemudian membentuk tim 8 untuk menyelesaikan masalah ini. Munculnya aksi solidaritas yang cukup besar ini bisa dikatakan merupakan tanda bangkitnya kekuatan masyarakat sipil yang harus diperhitungkan oleh pemerintah karena gerakan itu bisa saja berbuah menjadi people power.
Bentuk-bentuk gerakan sosial seperti yang diperlihatkan di facebook merupakan reaksi atas tersumbatnya saluran demokrasi resmi. Sekaligus reaksi terhadap kartel politik yang dipertontonkan partai politik dengan koalisi besarnya. Partai politik yang sejatinya alat perjuangan rakyat lebih doyan bersekutu dengan penguasa. Demikian juga dengan anggota DPR, mereka pun tidak bisa lagi diharapkan sebagai penyalur aspirasi rakyat. Sebab 75% DPR bersatu dengan pemerintah. Akibatnya, timbul perlawanan yang luas melalui facebook.
Begitu banyaknya permasalahan yang datang bertubi-tubi dalam negara ini, membuat gerah masyarakat. Selain masalah politik, hukum, kesehatan dan hak asasi manusia, juga berimbas kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Kegerahan masyarakat atas polemik-polemik tersebut menimbulkan sebuah isu yang cukup besar yaitu akan adanya aksi people power yang akan mengepung istana presiden. Namun, terbukti itu tidak terjadi.
Selain bisa menjadi media menggalang massa yang mengarah kepada people power, facebook juga sebenarnya bisa menjadi katup penyelamat. Facebook dalam hal ini sebagai media penyalur aspirasi, dimana semua orang bisa mengungkapkan opininya, memungkinkan aksi-aksi jalan menjadi terkurangi. Banyak orang yang menganggap media facebook lebih efektif dibanding turun ke jalan. Atau sudah tersalurkannya aspirasi masyarakat melalui facebook bisa meminimalisir gejolak-gejolak emosi masyarakat.
Katup penyelamat merupakan salah satu mekanisme khusus yang dapat dipakai untuk mempertahankan kelompok dari kemungkinan konflik sosial. Katup penyelamat membiarkan luapan permusuhan tersalur tanpa menghancurkan struktur, konflik membantu membersihkan suasana dalam kelompok yang sedang kacau. Coser (dalam Poloma, 2000: 108) melihat katup penyelamat berfungsi sebagai “jalan keluar yang meredakan permusuhan”, yang tanpa itu hubungan-hubungan diantara pihak-pihak yang bertentangan akan semakin tajam.
Dengan demikian katup penyelamat dalam hal ini facebook dapat memberikan ruang bagi pengungkapan rasa tidak puas terhadap struktur. Sehingga aksi-aksi brutal atau unjuk rasa besar-besaran bisa diminimalisir. Akan tetapi, katup penyelamat ini hanya berfungsi sebagai media penyalur saja. Dia tidak bisa menghilangkan masalah yang sebenarnya. Facebook hanya berfungsi menguatkan opini, menggalang aksi solidaritas. Oleh karena itu, tindakan-tindakan praktis lainnya masih tetap diperlukan untuk menyelesaikan konflik itu sendiri.
Dalam kasus masyarakat Indonesia, tindakan cepat dari presiden, kepolisian, dan pihak-pihak yang terkait harus tetap dilaksanakan. Karena tanpa itu, facebook justru akan menjadi media propaganda untuk menggalang aksi turun ke jalan (people power).
Seperti yang dikatakan di awal tulisan ini, bahwa berbagai bentuk gerakan sosial mengalami evolusi. Baik itu dari segi orientasi-orientasinya, ideologinya, maupun cara yang digunakan. Menurut Rajendra Singh, terdapat beberapa kriteria dari gerakan sosial baru (GSB). Pertama, kebanyakan GSB menaruh konsepsi ideologis mereka pada asumsi bahwa masyarakat sipil tengah meluruh, ruang sosialnya mengalami penciutan dan yang sosial dari masyarakat sipil tengah digerogoti oleh kemampuan kontrol Negara.
Kedua, secara radikal GSB mengubah paradigm Marxis yang menjelaskan konflik dan kontradiksi dalam istilah kelas dan konflik kelas. Ketiga, mengingat latar belakang kelas dan menentukan identitas aktor ataupun penopang aksi kolektif, GSB pada umumnya mengabaikan model organisasi serikat buruh industri dan model politik kepartaian. Dalam hal ini tujuan GSB adalah untuk menata kembali relasi Negara, masyarakat dan perekonomian, dan untuk menciptakan ruang publik yang di dalamnya wacana demokratis ikhwal otonomi dan kebebasan individual dan kolektivitas serta identitas dan orientasi mereka bisa didiskusikan dan diperiksa selalu. Keempat, berbeda dengan gerakan klasik, struktur GSB didefinisikan oleh pluralitas cita-cita, tujuan, kehendak dan orientasi, dan oleh heterogenitas basis sosial mereka.
Apabila melihat dari bentuk gerakan para facebooker, maka dia terkategori sebagai bentuk gerakan sosial baru. Dimana, terdapat adanya pluralitas cita-cita, tujuan, kehendak dan orientasi. Basis sosial mereka pun heterogen, berasalah dari berbagai kalangan penduduk, profesi, etnik, pendidikan dan tanpa terbatas oleh batas wilayah. GSB juga menyiratkan keletihan dari representasi modernis.
“Perubahan bentuk-bentuk masyarakat –kami ajukan itu sebagai fakta- mencerminkan dan bersahut-sahutan dengan perubahan dalam bentuk gerakan social. …GSB kontemporer yang dipandang dalam persfektif ini, merupakan ‘pantulan cermin’ dari citra sebuah masyarakat baru, yang gerak penciptaannya sedang berjalan. Sebab itu, gerakan ini menandakan adanya kebutuhan akan sebuah paradigm baru tentang aksi kolektif, sebuah model alternative kebudayaan dan masyarakat dan sebuah kesadaran diri yang baru dari komunitas-komunitas tentang masa depan mereka”(Rajendra Singh, 2010:122-123).
Masyarakat telah menemukan diri mereka, dan mereka tidak hanya duduk dan mengikuti arah panah penunjuk dari sejarah evolusioner nasib mereka, mereka pun bisa mengarahkan arah panah penunjuk itu mengingat manusia adalah majikan dari nasibnya sendiri. Meningkatnya manifestasi gerakan, voluntarism, dan aksi kolektif menunjukkan penemuan diri sebuah masyarakat baru yang sedang dalam gerak penciptaannya.